Pelayanan Musik Dalam Ibadah

Oleh: Vik.Peggy Aipassa
·    *Pendahuluan
    Menurut James F. White dalam bukunya yang berjudul Protestant Worship Tradition in Trantition terdapat tujuh unsur-unsur penting di dalam ibadah yaitu People, Piety, Time, Place, Prayer, Preaching, Music. Ketujuh unsur ini sangat berkaitan, apabila salah satu dari unsur ini tidak ada maka ibadah tidak akan terlaksana dengan baik.
    Definisi ibadah adalah sarana orang-orang percaya yang bersama-sama mengungkapkan dan menghayati hubungan dengan Allah, berdasarkan penyelamatan yang telah mereka alami (Titus 2:12, Ibrani 9:14, 12:28). Ibadah juga merupakan pertemuan dialogis antara Allah dan manusia yang mengandung beberapa unsur penting yaitu doa, pujian (musik dan nyanyian), dan pelayanan Firman. Pada saat ini akan dibahas secara mendalam tentang Pelayanan Musik. Mengapa sangat penting? Karena melalui pelayanan musik, jemaat dipersiapkan untuk memasuki hadirat Tuhan sehingga jemaat siap menerima Firman Tuhan.

·    *Profil Pelayan Musik Gereja
    Pelayanan musik gereja terdiri dari pemain musik dan pemandu pujian. Pelayan musik gereja ini merupakan figur yang penting dalam kehidupan ibadah jemaat seperti halnya pendeta dan majelis. Sebagai musisi yang terlibat dalam pelayanan musik di gereja, kita bukan hanya dituntut memiliki pengtahuan teknis musik semata namun juga pemahaman teologis yang benar tentang hakekat pelayanan. Sehingga “keberhasilan” penyelenggaraan  suatu ibadah ditentukan oleh pemahaman dan pelaksanaan tanggung jawab yang spesifik dari pemusik maupun pemandu lagu. Oleh karena itu pelayan musik gereja perlu memahami tiga aspek atau kualifikasi.

1.      Kualifikasi Spiritual
   Empat hal yang sangat diperlukan dalam setiap pelayanan rohani terlebih dalam pelayanan musik yaitu Santification (Kekudusan), Submission (Penaklukan diri), Sensitivity (Kepekaan) dan Skill (Keahlian). Pelayanan musik gereja merupakan suatu pelayanan imamat yaitu pelayanan untuk melayani Allah dan umatNya. Oleh sebab itu pelayanan musik gereja, dapat dipandang sebagai:
a.  Ibadah yang sejati (Roma 12:1 “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasehatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”).
b.  Kewajiban yang patut dijalankan oleh setiap orang Kristen sebagai wujud baktinya kepada Tuhan (Markus 10:45 “ Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawaNya menjadi tebusan bagi banyak orang”).
c.  Panggilan. Panggilan dalam pelayanan musik adalah panggilan mulia, kudus dan tidak boleh dianggap remeh (1 Timotius 1:9 “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman”). Untuk itu, setiap pelayan musik sangat perlu didoakan secara khusus dan ditetapkan dalam pelayanan mereka (1 Timotius 3:10, 4:14, 5:22). 
d.  Ungkapan syukur kepada Tuhan (Ezra 3:11 “Secara berbalas-balasan mereka menyanyikan bagi Tuhan nyanyian pujian dan syukur: Sebab Ia baik!Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setiaNya kepada Israel! Dan seluruh umat bersorak-sorak dengan nyaring sambil memuji-muji Tuhan, oleh karena dasar rumah Tuhan telah diletakkan”).

2.      Kualifikasi Musikal
   Banyak orang mengaitkan antara pelayanan di gereja dan sikap amatiran. Artinya bahwa kompetensi kalah penting bila dibandingkan keterpanggilan seseorang untuk terlibat dalam pelayanan. Banyak orang yang sebenarnya mampu dan tepat untuk melayani di gereja sesuai dengan talentanya, namun justru sama sekali tidak tergerak untuk memberikan waktu dan tenaganya dengan dalih tuntutan pekerjaan dan kesibukan. Sebaliknya ada segelintir orang yan tidak memiliki kompetensi yang sesuai untuk melayani pada satu bidang, namun memiliki keterpanggilan dan jiwa melayani.
Berkaitan dengan kulaifikasi musikal yang dituntut, maka seorang pelayan musik gereja seyogyanya:
a.Memiliki pengetahuan yang memadai tentang teori musik, sejarah musik dan harmoni.
b.Memiliki kemampuan mendengar (solfeggio) dan membaca notasi musik dengan baik.
c.Melakukan latihan secara disiplin dan teratur.
d.Mengembangkan kemampuan musiknya secara terus menerus (1 Tawarikh 9:33).

3.      Kualifikasi Kepribadian
   Berkaitan dengan kualifikasi kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang pelayan musik gereja sepenuhnya kami sarikan dari pendapat M. Suharto, Subronto Kusumo Atmojo, Binsar Sitompul dan beberapa pakar musik dari Gereja Baptis Indonesia yang terdapat dalam tulisan M. Th. Mawene, yaitu Sehat, ramah, sabar, rendah hati, berwibawa, memiliki sifat kepemimpinan, memiliki kemampuan untuk memberi motivasi orang lain, humoris, memiliki inisiatif, bertanggungjawab, memahami dan menyukai pelayanannya, mampu bekerjasama dengan orang lain. Beberapa tambahan berdasarkan dengan apa yang selama ini diamati penulis yaitu dapat diajar dan mau belajar, profesional dan berdedikasi tinggi.

*Beberapa Catatan di Seputar Nyanyian Jemaat
    Dalam pengamatan kami sebagai pemandu nyanyian jemaat, pemusik dan jemaat, ada beberapa catatan kritis di seputar praktek nyanyian jemaat, yaitu:

1) Pemandu lagu seringkali tidak menguasai melodi lagu yang sebenarnya. Kesalahan yang lazim terjadi dapat ditemukan pada lagu-lagu berikut, misalnya KJ 26 “Mampirlah Dengar Doaku”, KJ 33 “SuaraMu Kudengar”, KJ 341 “KuasaMu dan NamaMulah”
2) Pemandu lagu seringkali memilih nada dasar yang disesuaikan dengan jenis suaranya ketimbang memperhatikan keberagaman jemaatNya.
3) Nyanyian jemaat seringkali dibawakan tidak sesuai dengan dengan tempo yang seharusnya. Hal ini berhubungan dengan pemusik/pengiring.
4) Beberapa pemandu lagu dan pemusik mengabaikan instruksi musikal yang telah tertulis dalam lagu itu sendiri, misalnya KJ 13 “Allah Bapa Tuhan”(dinyanyikan berbalasan antara solo dan jemaat).
5) Khusus untuk pengiring, seringkali kurang tepat dalam memilih rhythm atau iringan musik pada beberapa lagu-lagu tertentu.
6) Kecenderungan yang sering terjadi belakangan ini bahwa kebanyakan nyanyian jemaat hanya dinyanyikan sebagian dan bukannya keseluruhan baitnya. Padahal sebagian besar nyanyian jemaat mengungkapkan pemahaman teologis secara bertahap melalui keseluruhan baitnya. Hal ini berkaitan dengan tim liturgi yang memilih lagu dalam tiap ibadah minggu. Contohnya KJ 13 “Allah Bapa Tuhan”.
7) Pemandu lagu harus mempunyai buku lagu atau menggunakan teks asli.
8) Masih banyak lagu dalam KJ, GB, PKJ yang belum dinyanyikan. Lagu-lagu tersebut adalah warisan yang harus dilestarikan karena mengandung banyak makna dan kisah dibalik penulisan lagu-lagu tersebut.

*Beberapa Saran Khusus Bagi Pelayan Musik Gereja
    Kenneth W. Osbeck dalam bukunya The Ministry of Music menuliskan beberapa saran bagi pemandu nyanyian jemaat dan pengiring agar dapat melaksanakan perannya secara lebih baik, yaitu:
1) Mempersiapkan diri dengan baik dengan cara berlatih secara rutin. Gagal menyiapkan berarti menyiapkan kegagalan.
2) Memandu nyanyian jemaat dengan antusias dan penuh keramahan.
3) Pemandu lagu hendaknya komunikatif dan tidak terpaku pada lagu.
4) Bila menggunakan gerakan mengaba, lakukan secara sederhana dan sesuai dengan dinamika dan pengkalimatan lagu yang diinginkan.
5) Nyanyikan dan mainkan lagu sesuai dengan tempo dan ritme yang tertulis.
6) Jangan menyanyikan melodi satu oktaf di bawah yang tertulis.
7) Dalam memulai frase baru, pemandu lagu dituntut untuk bersikap tegas baik dalam memberikan gerakan mengaba maupun dalam melagukan bagian tersebut.
8) Berikan instruksi dengan suara yang keras dan menarik.
9) Hindari gerakan-gerakan maupun ekspresi wajah yang mengganggu, sewajarnya saja.
10) Pelajari dan kenalilah nyanyian jemaat yang akan dipandu dan dimainkan dengan baik.
11) Jadilah diri sendiri dan jangan mengimitasi orang lain karena setiap kita adalah unik.
12) Mainkan intro dan interlude dengan jelas dan penuh keyakinan.
13) Usahakan agar ibadah dapat mengalir dengan baik dan jemaat menikmati nyanyian jemaat yang dibawakannya.
14) Berpakaian yang sopan dan rapi, bedakan pakaian untuk jalan-jalan atau pesta.
15) Datanglah satu atau setengah jam sebelum ibadah dimulai agar dapat mempersiapkan diri secara pribadi sebelum melakukan pelayanan.

*Penutup
    Mengakhiri tulisan ini, penulis ingin mengatakan bahwa semua yang telah kita bicarakan diatas semata-mata bertujuan untuk semakin meningkatkan kualitas pelayanan kita khususnya dalam bidang musik gereja. Dengan mengevaluasi kembali motivasi kita dalam melayani, segala kepahitan yang telah dirasakan  dalam pelayanan tidak membuat kita menjadi putus asa dan kecewa sebab kita melakukannya bukan untuk manusia tetapi untuk Allah. Selain itu kita perlu juga meningkatkan kualifikasi musikal yang kita miliki, misalnya melalui keikutsertaan dalam program-program pelatihan dan pembinaan musisi gereja atau dengan mengikuti jalur pendidikan formal musik. Selain itu para pemimpin gereja juga diharapkan untuk senantiasa mendukung pengembangan musik gereja agar pelayanan musik dapat berkembang dengan baik dan semakin banyak jemaat yang diberkati melalui pelayanan kita. Amin.

Komentar