Oleh: Vik.Banizman Zai
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak mampu hidup tanpa kehadiran manusia lainnya. Hal ini tentunya berkaitan dengan pola kehidupan manusia yang selalu berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia yang lain. Membangun ikatan-ikatan sosial merupakan kebutuhan dasar manusia dalam mencapai tujuan bersama. Untuk itulah setiap manusia hidup dan berkarya dalam kerjasama yang didorong oleh rasa saling membutuhkan. Kenyataan inilah yang ingin saya sampaikan kepada para pelayan gereja, bahwa visi Kerajaan Allah harus diberitakan dalam kerjasama yang sehati dan sepikir.
Topik kerjasama di dalam pelayanan telah sering disampaikan dalam beberapa pembinaan gerejawi. Khususnya bagi teman-teman vikaris yang sedang menjalani proses perupaan pendeta GPIB, kita selalu mendengar dan mengingat kata ‘kolegialitas’(kata ‘kolegalitas’ adalah pengucapan yang salah). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kolegialitas adalah “rasa setia kawan terhadap teman sejawat”. Ini berarti kita, sebagai vikaris, dibina untuk menjalin suatu relasi yang baik antara satu dengan yang lain. Sehingga nantinya kita semua mampu menjadi Pelayan Firman & Sakramen yang sehati, sepikir dan sepenanggungan. Pernyataan ini tentunya tidak membatasi kerjasama antara pendeta bersama penatua dan diaken. Menumbuhkan kolegialitas bukan hanya bertujuan untuk mempererat hubungan antar vikaris/pendeta, tetapi juga dapat menjadi model kerjasama yang layak diteladani oleh seluruh pelayan bahkan jemaat secara luas.
Untuk menghayati kolegialitas ini, saya mengutip perikop Alkitab yang tertulis pada 1 Korintus 3:6-11. Khusunya pada ayat ke-6, Paulus menyatakan “Aku menanam, Apolos menyiram, tetapi Allah yang memberi pertumbuhan”. Saya menyadari bahwa ada suatu hikmat ilahi yang tertanam dalam pikiran Paulus, bahwa semua manusia sama di hadapan Allah. Begitu juga dengan pelayanan gerejawi, tidak ada pangkat tinggi/rendah yang dipatok dari sulit/mudahnya suatu pelayanan. Tidak ada kedudukan pelayan yang hebat/hina karena mujizat atau penglihatan yang didapatkannya. Semua pelayanan sama di mata Allah, ketika kita melayani dengan hati yang tulus. Begitu juga dengan para pelayan, semuanya sama di mata Allah ketika mereka bersatu hati memberitakan Injil Keselamatan.
Paulus mengajarkan setiap kita yang menyebut diri sebagai pelayan Tuhan, untuk merendahkan diri dihadapan Kristus dan membuka diri bagi teman sejawat. Kita tidak bisa menjalani kehidupan yang selalu berputar dan berpusat ke dalam diri sendiri saja. Tanpa kerjasama dengan teman sejawat, kita tidak akan mampu mengemban tugas pelayanan gereja secara utuh. Apalagi kita harus menghadapi realita tantangan jaman yang mampu menghempas dari luar bahkan dari dalam gereja itu sendiri. Kita tidak boleh “berjudi” dengan mempertaruhkan kehidupan jemaat Tuhan pada bingkai yang tidak jelas. Untuk itu, marilah kita berlaku bijaksana untuk membangun jaringan kerja pelayanan yang baik! Jalinlah komunikasi yang intensif dengan rekan sejawat, dengan menggunakan sarana/media teknologi informasi yang telah tersedia seperti saat ini! Pesan ini mungkin terlihat sederhana dan biasa saja, tetapi apakah yang sederhana dan biasa ini sudah kita lakukan?
Selanjutnya, Paulus menekankan agar setiap pelayan gereja tidak bermegah diri dalam setiap keberhasilan suatu pelayanan atau program yang hebat. Janganlah kita terjerumus pada “perangkap yang kita bangun sendiri”. Sering sekali kita mendengar bahwa beberapa orang telah menjadi legenda gereja dengan gelar “yang membangun/mendirikan gereja”. Saya rasa pernyataan ini berlebihan dan tidak ada dasar teologinya. Haruslah kita pahami, bahwa manusia hanya mengaduk semen dan menyusun batu bata, dan yang mendirikan atau membangun gereja/jemaat adalah Roh Kudus. Kristus lah melalui RohNya, yang menjadi dasar bangunan gereja/jemaat itu. Maka itu Paulus tidak memegahkan dirinya atau rekannya Apolos sebagai legenda gereja/jemaat, meskipun mereka memang telah melakukan pekerjaan yang luar biasa. Karena itu harus juga disadari, bahwa pekerjaan yang luar biasa itu adalah karunia dari Allah semata. Hal ini jelas dinyatakan pada ayat 7 “Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang memberi pertumbuhan”.
Akhirnya kita memahami bahwa visi Kerajaan Allah merupakan tugas dan tanggung jawab kita bersama. Untuk itu kita harus membuang berbagai kepentingan pribadi ataupun kelompok, dan meletakkan kepentingan Allah “yang memberi pertumbuhan” di atas segalanya. Visi damai sejahtera dan berita keselamatan itu juga tidak dapat dilaksanakan secara parsial. Kita harus membangun jaringan kerja yang terstruktur, dengan cara memelihara kolegialitas sebagai pelayan gereja. Sehingga kita senantiasa mampu mengemban amanat Tuhan Yesus Kristus dalam ketulusan, ketekukan dan persahabatan yang solid. Tuhan memberkati!
Banyak sisi dr kolegialitas yg tidak bisa diketahui hanya dengan sekedar teori atau wacana, tetapi diketahui dan dirasakan lewat praksis...Hidup Vikaris 2012
BalasHapusMantap Kak Lius..,
BalasHapus