Mau Sampai Kapan?

Oleh: Vik.Aurelius S.W. Porawouw

     Hidup ini merupakan lembar demi lembar kertas kosong yang harus diisi. Kehidupan kita sampai saat ini merupakan lembaran-lembaran yang berisi dengan coretan-coretan masa lalu kita, sampai pada saat ini. Semua yang kita alami dalam kehidupan kita sampai saat ini mengisi lembaran-lembaran kosong yang ada. Tetapi apakah isinya? Bisakah kita mengingat kembali setiap catatan yang tertulis di dalam lembaran-lembaran itu? Terlalu banyak yang harus diingat, dan mungkin juga terlalu banyak yang kita lupakan.
     Tetapi satu yang kita pegang dalam kehidupan kita ini, yang kita ingat sampai saat ini, yaitu prinsip hidup. Prinsip hidup yang terus kita pegang dalam menjalani kehidupan ini, kita melihat, berpikir, dan menganalisa setiap hal yang kita temui sehari-hari dengan prinsip hidup kita. Prinsip hidup ini merupakan kacamata kita dalam memandang apapun yang kita temui, entah prinsip hidup ini berisi agama, isme-isme yang lain, hukum-hukum, atau apapun itu. Tetapi terkadang prinsip ini terlalu kokoh untuk digugat, dan terlalu berat untuk mengubahnya. Kenapa? Tidak ada yang tau jawabannya. Mungkin karena kesombongan kita, mungkin karena kebodohan kita, atau mungkin kita merasa nyaman dengan prinsip itu, dan enggan untuk merubah tempat nyaman itu, atau mungkin karena kita puas dengan hal itu. Jika prinsip hidup kita tidak melewati apa yang dinamakan dengan perubahan, apakah benar orang tersebut hidup? Apakah benar manusia ini hidup bersama dengan manusia lainnya? Hal ini perlu dipertanyakan, sebab beberapa orang sangat memegang teguh prinsipnya tanpa kompromi. Hal ini seperti yang dikatakan orang sebagai fundamentalisme, seperti kaum-kaum ekstrimis yang haram untuk dikritik, dan mereka berdosa jika mengubah prinsip-prinsip yang dipegangnya. Ini membuat kita seperti mereka, yang dengan sekuat tenaga membela prinsip kehidupan kita. Prinsip kehidupan kita ibarat ilmu yang kita terima di bangku pendidikan, ibarat anak-anak yang disuapi oleh ibunya, yang hanya tinggal membuka mulut dan mengunyah, tanpa ingin tahu tentang isi sendok tersebut, darimana asalnya, beracun atau tidak, sehat atau tidak, yang penting kita menelannya, begitulah ilmu yang kita terima di bangku pendidikan selama ini. Begitu juga prinsip kehidupan kita, prinsip kehidupan kita juga anti kritik dan anti verifikasi. Apa yang menurut saya benar, tidak bisa disalahkan, apa yang menurut saya salah tidak bisa dibenarkan.
        Judul mau sampai kapan ini, sangat tepat untuk kita yang memegang teguh prinsip kehidupan kita, tanpa ingin memperbaikinya, atau mungkin yang lebih mengenaskan lagi, kita memaksakan prinsip kehidupan kita pada orang lain. Mau sampai kapan kita pegang prinsip kehidupan kita, mau sampai kapan kita melindungi ideal-ideal yang ada dalam otak kita. Mau sampai kapan kita jadi begini? Mau sampaiJudul mau sampai kapan ini, sangat tepat untuk kita yang memegang teguh prinsip kehidupan kita, tanpa ingin memperbaikinya, atau mungkin yang lebih mengenaskan lagi, kita memaksakan prinsip kehidupan kita pada orang lain. Mau sampai kapan kita pegang prinsip kehidupan kita, mau sampai kapan kita melindungi ideal-ideal yang ada dalam otak kita. Mau sampai kapan kita jadi begini? Mau sampai kapan? Bukan untuk tidak menyetujui kita memegang prinsip di dalam kehidupan kita dan bukan untuk menjadikan kita orang yang labil, ataupun lebih parah lagi untuk menjadikan kita oportunis. Ada maksud tersendiri tentang hal ini.
      Kita tahu bahwa kita merupakan spesies yang dinamakan Homo Sapiens. Homo karena kita manusia yang memiliki keterbatasan dan kompleksitas sosial, dan Sapiens dinamakan karena kita memiliki kebijaksanaan. Maka dari itu kita memiliki keterbatasan dalam kehidupan kita, termasuk prinsip hidup kita, bukannya dengan mudah menarik sesuatu hal, oleh karena itu mari kita jelaskan. Hak manusia dibatasi oleh hak manusia lainnya, ini membuktikan bahwa manusia dibatasi oleh manusia lainnya, sehingga ruang geraknya mau tidak mau terbatas ataupun dibatasi. Jika itu kurang memuaskan, pertanyaan selanjutnya ialah apakah manusia dapat menggambarkan secara jelas tentang bagaimana bentuk Tuhan? Oleh karena itu kita akui saja bahwa kita adalah makhluk yang terbatas. Tetapi kita merupakana satu-satunya makhluk hidup yang memiliki kebijaksanaan. Dan apakah kebijaksanaan itu tidak kita manfaatkan?
       Sekali lagi ini bukannya mendorong untuk menjadi labil, ataupun menjadi bunglon yang selalu berubah pada setiap saat. Tetapi untuk mendorong ke dalam kehidupan yang lebih baik lagi. Apakah semua yang kita pegang selama ini kita terima dengan menganalisanya lebih jauh lagi, dan memperbaikinya lagi, atau tetap bertahan dengan ruang nyaman ini. Bagi orang kiri, apakah kekirianmu ini sanggup untuk mencapai cita-citamu atau perlu strategi untuk mengarah ke kanan sedikit untuk merealisasikannya? Bagi orang kanan, apakah kekanananmu sanggup memberikan yang terbaik bagi keturunanmu nanti, atau perlu strategi kiri dalam menjaga kelestarian spesiesmu? Bagi kaum rohaniwan, apakah ajaran agamamu sanggup memberikan kedamaian bagi semua umat di dunia, atau perlu dengan sedikit nilai-nilai sekuler di dalam pengajaranmu? Bagi kaum sekuler, apakah nilai-nilai yang kau pegang bisa kau laksankan tanpa bantuan nilai-nilai kerohanian dan spiritual yang baik? Setiap orang yang memegang teguh prinsipnya akan menjadi seorang fundamentalis, dan ekstrimis pada saatnya. Kita yang menilai diri kita, berkembangkah kita atau berjalan ditempatkah kita? Hidup untuk diri sendirikah kita atau hidup untuk orang lainkah kita? Atau untuk keduanya? 

Komentar

  1. perenungan yang sangat mendalam.... mantap kak.., ditunggu tulisan yang lainnya..

    BalasHapus

Posting Komentar