Oleh: Vik.Adrian Mamahit
Catatan pengantar
...“Jika
sebuah merek bukan lagi sebagai pembeda dengan kompetitornya, konsumen tidak
akan selektif. Aqua pun mulai sibuk memperkenalkan mereknya sebagai pembeda.
Pernahkah Anda mendengar konsumen memesan atau membeli produk Air Minum Dalam
Kemasan dengan menyebut, Aqua ternyata saya beli Ades atau Aqua saya beli Vitae
atau Aqua ternyata saya Aquria. Rasanya jarang atau bahkan mungkin tidak
pernah. Yang terjadi selalu konsumen bilang Aqua beli Aqua. Anehnya, ketika
pedagang tidak menjual Aqua kemudian menyodorkan merek Ades atau Vitae atau
Aquaria, konsumen tidak keberatan. Berbeda
jika konsumen membeli produk shampo, ketika menyebut Sunsilk misalnya, mereka
tidak akan mau diberi Pantene atau Clear. Sebaliknya juga demikian, ketika
mereka ingin membeli Pantene, mereka tidak mau diberi merek yang lain. Mengapa
begitu? Aqua sebagai merek dagang tidak berhasil menjadi pembeda dengan
merek-merek kompetitornya. Kebanyakan konsumen menganggap Aqua memiliki merek
Generik yang artinya jika tidak ada Aqua, maka Aqua dapat diganti dengan merek
yang lain dan dalam hal ini konsumen tidak terlalu memperdulikan kualitas Aqua
dengan kualitas air yang lain, yang mereka pedulikan adalah kebutuhan mereka
dapat terpenuhi saat itu juga”...
Mari Menelaahnya!
Kasus ini mirip
dengan kebutuhan jemaat yang membutuhkan akan Firman Tuhan terpaksa jemaat
menerima saja walaupun gereja melakukannya dengan cara yang salah karena yang
terpenting bagi jemaat ialah kebutuhaannya dapat dipenuhi yaitu mendengarkan
Firman Tuhan. Berdasarkan catatan pengantar
tersebut, saya secara pribadi melihat bahwa komunikasi sangatlah penting dan yang
paling penting komunikasi jangan hanya satu arah saja itulah kelemahan dari
gereja-gereja pada saat ini yang dimana mereka lebih menciptakan komunikasi
yang satu arah. Hal ini tercermin dari pendeskripsian yang ada didalam catatan
pengantar ini terdari atas aqua, bukan
aqua dan konsumen. Kata
Aqua
saya analogikan dengan gereja yang tradisional,selain itu merek yang bukan Aqua itu dapat dianalogikan
dengan gereja modern. Sedangkan konsumen dapat dianalogikan seperti anggota
jemaat.
Tidak
mengherankan apabila banyak gereja yang tradisional dianggap
eksklusif karena gereja tidak melakukan interaksi apabila hanya
melakukan komunikasi satu arah sehingga gereja itu terkesan memiliki sikap yang
eksklusif. Untuk itulah, gereja harus melakukan iklan atau dalam hal ini gereja
harus keluar dari kesan eksklusif itu dengan menciptakan komunikasi yang dua
arah. Dan yang terpenting, gereja bisa menghilangkan sikap presepsi yang buruk, seperti yang
selama ini masih dipelihara karena ketika mendengar berita-berita gereja yang
dibakar pasti orang-orang Kristen selalu berpikir pasti orang yang tidak beriman kepada
Yesus yang melakukannya, karena itu gereja wajib menghadirkan persuasi bagi
orang-orang Kristen untuk bisa menciptakan komunikasi yang baik kepada siapa
saja.
Selama ini kita terbuai
dengan zona aman kita, sehingga kita menjadi takut untuk keluar dari zona aman
kita. Karena itu kita perlu belajar dari Kant, sebab Immanuel Kant secara
perlahan mulai meninggalkan filsafat Wollf dan filsafat Leibniz. Kemudian, ia
secara pribadi mulai mempelajari filsafat Hume, bahkan setelah mendalami filsat
hume, Immanuel Kant mendeklarasikan dirinya jika filsafat hume telah
membangunkannya dari tidur dogmatisnya. Menurut Immanuel Kant, kritisme perlu
dipertimbangkan dalam kaitanya dengan filsafat dogmatisme, yang dimana
dogmatisme mengganggap pengetahuan objektif sebagai sesuatu yang terjadi dengan
sendirinya. Dogmatisme mempercayai kemampuan rasio dan mendasarkan pandangannya
pada ketentuan-ketentuan apriori atau pemahaman yang telah ada tentang Allah,
substansi atau monade, tanpa mempertayakan apakah rasio telah memahami hakikatnya
sendiri.
Selain itu juga, gereja harus melihat contoh dari Allah
yang dimana melalui konsep ketrinitarian Allah telah melakukan komunikasi
dengan manusia melalui Yesus Kristus. Dan melalui lambang trinitas, dapat
digambarkan bahwa komunikasi Allah terhadap manusia itu tidak pernah putus
bahkan dengan jelas lambang trinitas itu mendeskrpsikan komunikasi Allah dengan
manusia itu terus berlanjut. Oleh karena itulah Yesus Kristus memberikan contoh
yang layak bahkan harus diikuti oleh para pejabat gereja. Yesus memberikan
konsep mesias yang menjadi hamba, yang dimana Yesus mejadikan diriNya sama
dengan manusia. Yesus harus menderita dan mati demi manusia, oleh karena itulah
para pejabat gereja harus menjadi hamba bagi jemaat-jemaat Tuhan. Namun, sangat
disayangkan jika banyak para pejabat gereja yang bersifat hirarkis, oleh karena
itulah Yesus memutarbalikan kenyataan itu dengan konsep doularkis. Dengan
menerapkan konsep doularkis, pastilah para pejabat gereja dapat diterima dan
sangat dibutuhkan pelayanan dan kesaksiaan mereka oleh para jemaat Tuhan. Sebab
menurut Calvin, jabatan gerejawi bukanlah bagi mereka yang ingin memperoleh
kekuasaan.
Yesus Kristus memiliki
pribadi yang paling berpengaruh dalam sejarah Kristen. Ia menjadi figur yang
diteladani oleh bayak orang, bahkan warisan-warisannya sangat dikagumi. Salah
satu tokoh perdamaian di India yakni, M.Ghandi menjadikan khotbah-khotbah Yesus
di bukit sebagai dasar pemikirannya dan perjuangannya yang tanpa kekerasan
untuk mengusir penjajah dari India. Bahkan menurut salah satu tokoh yang
mempelajari Yesus yakni, T.W. Manson mengatakan jika, khotbah-khotbah di bukit
lebih merupakan suatu petunjuk daripada suatu peta aturan atau dengan kata
lain, khotbah itu lebih memberi arah daripada pengarahan. Kita mengetahui jika
kehidupan dan ajaran-ajaran Yesus, sangat dipengaruhi oleh lingkungan
politis,keagamaan, dan sosial. Misalnya perumpamaan Yesus yang sering
bersinggungan tentang hidup keluarga, perkawinan,perceraian dan bahkan sampai
masalah tentang membayar pajak kepada pemerintah Roma dan mengangkat sumpah. Orang
Kristen memiliki keyakinan jika Tuhan adalah sosok yang dijadikan panutan untuk
berbuat baik.Dengan kata lain hal ini bisa dikatakan bahwa Tuhan adalah patokan terakhir mengenai apa yang benar dan
apa yang salah.
Berdasar itulah dapat dikatakan komunikasi Kristen berasal dari pribadi Yesus dan semua ajaran-ajaranNya. Secara moral, Yesus banyak memberi pelajaran kepada para pengikutNya. Sehingga dalam agama Kristen kasih, sangat ditekankan oleh karena itulah saya akan membahasnya. Selain itu juga, kita sering jadikan Yesus sebagai tempat curhat, bahkan sering kita yang mempercayai ajaran kasih dari Yesus,bisa menjadi sosok yang bisa mencarikan jalan keluar hal ini karena iman yang kita pakai untuk mempercayai Yesus sebagai anak Allah, dan jalan keselamatan. Karena Iman juga dapat dipakai untuk mempengaruhi semua keputusan-keputusan etis, yang akan dijalani dalam kehidupan sehari-hari.Untuk lebih dalam akan saya usaha untuk memaparkan masalah-masalah etis, baik itu tentang kasih, atau Yesus sebagai dasar etika orang kristen dan juga tentang khotbah-khotbah Yesus yang disebut-sebut sebagai pelopor etika orang kristen.
Selain itu kasus ini dapat kita lihat melalui teori yang dipopulerkan George Herbert Mead tentang I-Me. Melalui konsep I-Me ini menjelaskan bahwa dalam setiap diri manusia terdapat dua unsur, yaitu I yang dipahami sebagai subjek atau pelaku, dan Me yang dipahami sebagai objek atau penderita. Dalam hal ini komunikasi harus mengembangkan konsep yang menciptakan komunikasi dua arah sambil menyadari tentang konsep I dan Me, sebab dengan menyadari konsep tersebut komunikasi dapat berkembang karena melalui konsep-konsep tersebut dapat membuat kewajiban yang berarti Me dan hak yang berarti I dapat dipenuhi. Sebab bagi seorang bayi, dunia manusia itu mula-mula dibangun oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, khususnya pada proses internalisasi. Jika kita berangkat dari pengalaman hidupnya Yesus, pasti kita ingat dengan salah satu kisah mujizat yang dilakukan oleh Yesus di Betsaida. Di daerah tersebut Yesus menyembuhkan orang buta, namun sebelum Yesus melakukan mujizat Yesus menanyakan : Apa yang hendak Ku perbuat bagimu? Pertanyaan ini Yesus bertindak sebagai Me, dan Yesus tidak langsung menyembuhkannya apabila Yesus melakukannya berarti Yesus bertindak sebagai I. Oleh karena itulah, gereja-gereja harus terlebih dahulu memenuhi Me atau kewajiban baru kemudian gereja memenuhi I dari masing-masing anggota jemaat.
Selain itu juga melalui kasus tersebut kita dapat melihat adanya hiperrealitas. Hal ini kita dapat melihat dari penerimaan jemaat, sebab dunia sekarang sudah begitu sekuler sehingga perkembangan aliran-aliran sesat sangatlah pesat. Seperti aliran Liaeden, Mormon, Saksi Jehova dan masih banyak lagi yang harus diwaspadai. Berdasarkan itulah, gereja-gereja yang dianggap tradisional harus bisa mengatasi permasalahan ini dengan cara melihat bahwa kebutuhan jemaat yang harus diutamakan. Agar jemaat dapat menghadirkan realitas yang sesungguhnya, dan terhindar dari sesuatu yang hiperrealitas. Sebab dalam sudut pandang Kristen, aliran kebatinan sama seperti wahyu itu terlalu melekat pada pengalaman individual dan karenanya kurang ada jaminan yang kuat akan kebenaran. Tuhan berkehendak menyelamatkan manusia dan menghendaki manusia bersatu dengan Dia, tetapi jaminan akan persatuan Kawula dengan Gusti dapat ditanyakan akan jaminan kebenarannya. Sangat berbeda dengan pemahaman iman Kristen, yakni konsep pemahaman Kawula Gusti sudah terdapat di dalam diri Yesus Kristus. Sebab Yesus Kristus menjelma menjadi manusia, Allah menyelamatkan manusia dalam diri Yesus yang menjelma menjadi manusia. Sehingga Allahlah yang menjamin akan kebenaran akan kehendak-Nya, di dalam proses penyelamatan manusia dari dosa (bnd.Yoh 14 : 9-11). Tidak adanya jaminan di aliran kebatinan akan kebenarannya inilah, yang membedakan aliran kebatinan dengan iman Kristen. Berdasarkan itulah, gereja harus peka dan memanfaatkan kelebihaan dari doktrin-doktrin yang ditawarkan kepada jemaat. Agar, kebutuhan jemaat dapat terpenuhi. Selamat menjadi berkat bagi sesama!
Berdasar itulah dapat dikatakan komunikasi Kristen berasal dari pribadi Yesus dan semua ajaran-ajaranNya. Secara moral, Yesus banyak memberi pelajaran kepada para pengikutNya. Sehingga dalam agama Kristen kasih, sangat ditekankan oleh karena itulah saya akan membahasnya. Selain itu juga, kita sering jadikan Yesus sebagai tempat curhat, bahkan sering kita yang mempercayai ajaran kasih dari Yesus,bisa menjadi sosok yang bisa mencarikan jalan keluar hal ini karena iman yang kita pakai untuk mempercayai Yesus sebagai anak Allah, dan jalan keselamatan. Karena Iman juga dapat dipakai untuk mempengaruhi semua keputusan-keputusan etis, yang akan dijalani dalam kehidupan sehari-hari.Untuk lebih dalam akan saya usaha untuk memaparkan masalah-masalah etis, baik itu tentang kasih, atau Yesus sebagai dasar etika orang kristen dan juga tentang khotbah-khotbah Yesus yang disebut-sebut sebagai pelopor etika orang kristen.
Selain itu kasus ini dapat kita lihat melalui teori yang dipopulerkan George Herbert Mead tentang I-Me. Melalui konsep I-Me ini menjelaskan bahwa dalam setiap diri manusia terdapat dua unsur, yaitu I yang dipahami sebagai subjek atau pelaku, dan Me yang dipahami sebagai objek atau penderita. Dalam hal ini komunikasi harus mengembangkan konsep yang menciptakan komunikasi dua arah sambil menyadari tentang konsep I dan Me, sebab dengan menyadari konsep tersebut komunikasi dapat berkembang karena melalui konsep-konsep tersebut dapat membuat kewajiban yang berarti Me dan hak yang berarti I dapat dipenuhi. Sebab bagi seorang bayi, dunia manusia itu mula-mula dibangun oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, khususnya pada proses internalisasi. Jika kita berangkat dari pengalaman hidupnya Yesus, pasti kita ingat dengan salah satu kisah mujizat yang dilakukan oleh Yesus di Betsaida. Di daerah tersebut Yesus menyembuhkan orang buta, namun sebelum Yesus melakukan mujizat Yesus menanyakan : Apa yang hendak Ku perbuat bagimu? Pertanyaan ini Yesus bertindak sebagai Me, dan Yesus tidak langsung menyembuhkannya apabila Yesus melakukannya berarti Yesus bertindak sebagai I. Oleh karena itulah, gereja-gereja harus terlebih dahulu memenuhi Me atau kewajiban baru kemudian gereja memenuhi I dari masing-masing anggota jemaat.
Selain itu juga melalui kasus tersebut kita dapat melihat adanya hiperrealitas. Hal ini kita dapat melihat dari penerimaan jemaat, sebab dunia sekarang sudah begitu sekuler sehingga perkembangan aliran-aliran sesat sangatlah pesat. Seperti aliran Liaeden, Mormon, Saksi Jehova dan masih banyak lagi yang harus diwaspadai. Berdasarkan itulah, gereja-gereja yang dianggap tradisional harus bisa mengatasi permasalahan ini dengan cara melihat bahwa kebutuhan jemaat yang harus diutamakan. Agar jemaat dapat menghadirkan realitas yang sesungguhnya, dan terhindar dari sesuatu yang hiperrealitas. Sebab dalam sudut pandang Kristen, aliran kebatinan sama seperti wahyu itu terlalu melekat pada pengalaman individual dan karenanya kurang ada jaminan yang kuat akan kebenaran. Tuhan berkehendak menyelamatkan manusia dan menghendaki manusia bersatu dengan Dia, tetapi jaminan akan persatuan Kawula dengan Gusti dapat ditanyakan akan jaminan kebenarannya. Sangat berbeda dengan pemahaman iman Kristen, yakni konsep pemahaman Kawula Gusti sudah terdapat di dalam diri Yesus Kristus. Sebab Yesus Kristus menjelma menjadi manusia, Allah menyelamatkan manusia dalam diri Yesus yang menjelma menjadi manusia. Sehingga Allahlah yang menjamin akan kebenaran akan kehendak-Nya, di dalam proses penyelamatan manusia dari dosa (bnd.Yoh 14 : 9-11). Tidak adanya jaminan di aliran kebatinan akan kebenarannya inilah, yang membedakan aliran kebatinan dengan iman Kristen. Berdasarkan itulah, gereja harus peka dan memanfaatkan kelebihaan dari doktrin-doktrin yang ditawarkan kepada jemaat. Agar, kebutuhan jemaat dapat terpenuhi. Selamat menjadi berkat bagi sesama!
Tentang
Penulis
Vikaris Adrian Mamahit
Asal
jemaat : GPIB Jemaat Mangngamaseang di Makassar, Sulawesi Selatan.
Vikaris I : GPIB Jemaat Gideon di Kelapadua, Depok Jawa Barat.
Vikaris II : GPIB Jemaat Immanuel di Surabaya, Jawa Timur.
Komentar
Posting Komentar