Praksis Deisme Dalam Kehidupan Beriman Kontemporer

Oleh: Vik.Hendry V. Sihasale
Di abad ke-18, tahun 1700-an, muncul suatu keyakinan baru yang merupakan ekses dari pencerahan atau kembalinya akal budi sebagai satu-satunya tolak ukur dari kebenaran. Keyakinan baru itu bernama Deisme. Deisme adalah suatu keyakinan terhadap keberadaan Allah sebagai pencipta dunia ini, yang setelah menciptakan, Allah pergi meninggalkan ciptaan-Nya bergerak menurut hukum yang sudah diatur-Nya. Hukum yang dimaksud itu adalah hukum alam yang berlaku secara universal atau mendunia. Menurut keyakinan ini, Allah sudah lagi tidak terlibat dalam kehidupan dunia ini, karena manusia sudah diberikan akal budi untuk mengatur dirinya dan alam di sekitarnya. Dengan kata lain, keyakinan ini mengatakan bahwa agama apapun di dunia ini harus berada di bawah kuasa akal/rasio manusia. Jadi jika ada ajaran agama itu yang tidak masuk akal, maka ajaran itu diragukan kebenarannya atau ditolak.

Dan saya pun berpikir bahwa kita saat ini atau secara umum Indonesia saat ini, tidak menganut Deisme sebagai keyakinanya. Kita dan semua pemeluk agama lain di Indonesia tetap berpegang pada keyakinan keterlibatan Allah dalam dunia ciptaan-Nya. Hanya seringkali pegangan itu hanya teoritis, hanya ungkapan/ucapan di bibir saja. Keyakinan bahwa Allah terlibat di dunia ini sedikit sekali berujung atau berwujud dalam pengamalan dan pengalaman. Singkatnya No Action Talk Only (NATO).

Saya katakan demikian, karena ketika kita meyakini bahwa Allah terlibat dalam dunia ini, terlibat dalam kehidupan kita, mengapa masih ada yang berani secara terang-terangan melakukan yang sudah jelas Allah larang? Mengapa masih ada yang tidak takut untuk melakukan apa yang sudah jelas Allah minta supaya dijauhi oleh manusia? Sudah jelas, mengucapkan saksi dusta itu dilarang Allah, masih saja ada orang yang senang memfitnah. Sudah jelas, berkata-kata kasar dan merendahkan orang itu, tidak Allah inginkan, tetap saja masih ada yang melakukan seperti itu. Yang lebih parahnya lagi ada sebagian orang yang tidak segan-segan atau terbiasa melakukan itu di rumah Tuhan, di tempat orang terbiasa beribadah kepada Tuhan. Jangankan takut, malu saja sudah tidak. Dapat dikatakan bahwa ada banyak orang beriman yang saat ini urat malunya sudah putus ketika melakukan apa kejahatan atau kesalahan di mata Tuhan.

Semua ini selaras dengan apa yang pernah diungkapkan Paulus dalam suratnya kepada Timotius (2Tim.3:5), “secara lahiriah mereka menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakekatnya mereka memungkiri kekuatannya.” Saking terbiasanya dan umumnya hal ini berlangsung, muncul istilah Kristen tomat, orang kristen yang hari minggu tobat tapi senin sampai sabtu, kumat. Oleh sebab itu marilah kita kembali pada Firman itu yang berkata dengan jelas bahwa “semuanya menantikan Engkau, supaya diberikan makanan pada waktunya. Apabila Engkau memberikannya …” (Mzm. 104:27,28).

Sudah berapa kali kita berkata bahwa Allah itu baik, bahkan ada lagu rohani populer yang liriknya, “semua baik, apa yang Kau berikan di dalam hidupku”, namun sampai kapan kebaikan itu dapat direspon oleh kita sebagai anak-anak-Nya untuk melakukan kebaikan juga. Apakah kita bisa melakukan kebaikan? Jelas bisa karena Allah menjadikan kita dengan bijaksana. Hanya saja dosa warisan telah merusak kemampuan kita untuk berbuat baik, sehingga kemudian Allah pun bekerja dalam anugerah-Nya untuk memampukan kita hidup berkenan kepada-Nya.

Hanya satu yang Allah tuntut pada kita, sadarilah bahwa anda, saya, dan semua, hidup tidak sendirian di dunia ini. Ada Allah di sisi kita, melihat kita, mendampingi kita, dan memelihara kita. Jadi jangan belagu, sombong, egois, dan semena-mena. Kita hidup berdampingan, tidak hanya dengan sesuatu yang dapat dilihat, diraba, dan disentuh. Tidak hanya dengan sesuatu yang alami, tapi juga yang supra-alami. Kalaupun secara keyakinan kita bukanlah deisme, jangan secara kenyataan kita menjadi orang-orang deisme, yang membuang kepercayaan bahwa Allah ada dan berkarya di tengah-tengah kita. Dunia memang telah dan sedang berjalan demikian, tetapi jangan sampai kita pun berjalan seperti dunia.

Setiap tanggal 9 Desember, diperingati sebagai hari anti-korupsi sedunia. Tidak mengejutkan memang melihat peringkat Indonesia tetap sebagai negara yang korupsinya parah pada tahun ini dengan nilai korupsi yang masih sama seperti tahun lalu. Ada guyonan Gus Dur tentang korupsi di negeri ini, “zaman orde lama, korupsi di bawah meja. zaman orde baru, korupsinya di atas meja. kalo di zaman reformasi, meja sama kursi-kursinya dikorupsi.” Ini semua membuktikan bahwa hidup benar di hadapan Tuhan selain tidak populer bahkan dapat dikatakan riskan/berbahaya, karena akan banyak pihak yang sudah menikmati hidup dalam kemunafikan akan merasa dirugikan jika berhadapan dengan orang-orang yang berusaha hidup dalam kebenaran dan kejujuran. Tetapi jangan kita takut, mundur, menyerah, atau malah menjadi seperti mereka. Karena kita tidak sendirian dalam mengupayakan pembaharuan. Allah beserta kita dan turut berkarya untuk membaharui dunia ini.

Itulah sebabnya kita merayakan Advent. Masa Advent adalah masa penantian kedatangan Kristus yang kedua kalinya. Masa Advent adalah masa dimana kita mengenang siapa, dimana, dan sedang apa Allah saat ini. Masa Advent adalah masa yang membuat kita tetap berpandangan lurus ke depan, bahwa masa depan ini ujungnya hanya satu yaitu Kerajaan Allah. Jadi jangan sampai kita keluar dari jalur. Jangan sampai kita keluar dari track (jalur) yang akan membawa kita pada pemenuhan karya pembaharuan Allah. Setialah! Tetaplah setia sampai akhir.  

Komentar