Berikanlah Yang Terbaik, Selama Masih Ada Kesempatan!!

Oleh : Vik. Adrian Mamahit
"Bosan" itulah tantangan yang harus dihadapi dalam rutinitas yang harus dijalani sehari-hari. Namun, untuk mengatasinya kita perlu memaknai ziarah hidup dan kehidupan kita saat ini melalui perziarahan dalam mencari Rahmat Allah supaya bisa menuntun kita menjadi berkat bagi orang lain harus didasari dengan ketulusan dan keinginan dalam memberikan yang terbaik kepada sesama. 
   Dalam hal ini pun kita harus memaknai pemahaman etika Martin Luther, sebab dasar-dasar pemahamannya berdasarkan kebenaran akan firman Allah. Etika Martin Luther, menjadikan iman seseorang sebagai pedoman hidup untuk melakukan hal-hal yang baik dan menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Oleh karena itulah, etika Martin Luther dapat disebut sebagai etika teleologis. Berdasarkan kepercayaan para pengikut etika akibat yang mengatakan kehendak Allah dinyatakan dalam maksudNya, rencanaNya dan tujuanNya[1], membuat Martin Luther terpengaruh. Sebab, Luther mengatakan bahwa seseorang dibenarkan bukan karena usahanya, melainkan melalui anugerah Allah maka seseorang dapat dibenarkan. Bagi Luther, Jika diri seseorang baik, maka hal apa pun yang kita lakukan akan menjadi baik. Sebaliknya, hal apa pun yang kita lakukan kalau diri kita tidak baik, maka hasilnya juga tidak baik. 

   Dengan kata lain, Allah selalu memiliki cara-cara sendiri bahkan diluar perkiraan manusia dalam menyatakan kehendakNya untuk membantu manusia mencapai tujuannya. Teleologi menyimpulkan jika kehidupan etis sama dengan proses membuat sesuatu, sebab kita makhluk ciptaanNya yang paling mulia haruslah memilih-milih tujuan, kemudian mengerjakan tujuan dan berusaha mengapai tujuan tersebut. Berdasarkan itulah dalam pemikiran Martin Luther sangat mengharapkan agar setiap manusia dapat bekerja. Martin Luther juga mengungkapkan bahwa semua pekerjaan merupakan panggilan dari Allah

   Selain itu, menurut Martin Luther tujuan utama dari sebuah pekerjaan adalah memenuhi kebutuhan keluarga dan untuk memenuhi perintah Allah. Dengan kata lain, manusia bekerja bukan karena dosa. Selain itu juga, pekerjaan seseorang dapat menunjukkan identitas dirinya. Pekerjaan yang baik tidak membuat orang menjadi baik, tetapi orang yang baik pastilah melakukan pekerjaan yang baik. Pekerjaan yang buruk tidak secara langsung membuat orang menjadi buruk, tetapi orang yang buruk akan melakukan pekerjaan buruk juga. 

   Kemudian hal itu, selalu membutuhkan bahwa hakikat atau orang harus baik sebelum berbagai pekerjaan baik dilakukan dan pekerjaan yang baik itu akan mengikuti dan meneruskan dari orang yang baik[2]. Namun, perlu disadari juga bahwa Martin Luther mengingatkan kita untuk tetap merendahkan diri dihadapan Tuhan. Dalam pekerjaan tidak ada derajat yang lebih tinggi dengan pekerjaan biasa lainnya, misalnya pekerjaan petani tidak lebih rendah dari pekerjaan pendeta, sebaliknya pekerjaan pendeta tidak lebih tinggi derajatnya dengan pekerjaan petani. Karena semua pekerjaan merupakan ciptaan Allah. Sebab dimata Allah jabatan terendah sampai tertinggi itu sama, tidak ada yang beda. 

   Namun, pemikiran Martin Luther tidak diterapkan oleh para pengikutnya. Sebab, Menurut Max Weber, sosiolog asal Jerman, mengatakan bahwa para pengikut ajaran Martin Luther, melakukan sesuatu yang bersifat kapitalisme dalam sebuah pekerjaan. Dan dapat dilihat juga dari semangat penyebaran agama Protestan, yang memakai unsur-unsur kapitalisme dalam menunjukan panggilan pekerjaan yang harus diterima seseorang sebagai sesuatu yang kudus. Selain itu juga Max Weber memang mengakui bahwa Martin Luther sangat bersadar dengan Alkitab, bagi Martin Luther pekerjaan yang baik hanya ada apabila dikerjakan dalam Kristus[3]. Dan perlu kita ketahui bahwa Martin Luther pada dasarnya sangat menekankan segi keduniawian, yang bersifat religius. Hal ini dapat dilihat bahwa Martin Luther menganggap pekerjaan dunia itu baik[4]

   Etika Martin Luther memberikan sumbangan pemikiran yang berhubungan erat dengan konsep deontologi. Sebab Martin Luther,mengatakan bahwa jika kita ingin memberi kita harus memiliki sesuatu, agar kita dapat beramal. Seperti yang saya ketahui, bahwa segala sesuatu yang hidup memiliki sifat yang teleologis. Oleh karena itulah, orang Kristen juga harus memiliki tujuan atau teleologis untuk menjalani kehidupan ini tanpa mengharapkan pamrih. Dengan demikian sangatlah diutamakan hukum-hukum dan norma-norma yang Kristen. 

   Etika Martin Luther tidak pernah lepas dari teori dua kerajaan, dan Martin Luther menegaskan bahwa iman seorang Kristen harus aktif. Agar, dapat menghasilkan kasih yang tidak mengharapkan pamrih. Kasih yang dimaksudkan adalah kasih agape. Luther menegaskan pandangan panggilannya yang dikaitkan dengan ideologi ekonomi abad pertengahan mengenai pekerjaan atau jabatan yang dinasibkan. Menurut Luther panggilan menjadi lebih dari masalah mencintai pelayanan dari pekerjaan turun-temurun tersebut dari pada masalah memilih pekerjaan apa yang dapat dilakukan. 

   Di sini Luther menegaskan bahwa panggilan tidak identik dengan pekerjaan yang dilakukan tetapi berdasarkan kepada rasa cinta melakukan pekerjaan tersebut. Selain itu juga, kita harus mematuhi perintah Allah yang terwujud dalam norma-norma yang Allah berikan kepada kita. Untuk membantu memahami kehendak Allah, diperlukan teori deontologi. Dalam pengertian teori ini tidak mengukur baik tidaknya sebuah perbuatan,melalui hasilnya. Melainkan teori ini hanya menitik beratkan pada perbuatan, selain itu juga keputusan melalui teori ini dilihat sebarapa wajibkah keputusan yang diambil. Oleh karena itulah deontologi mau berbicara mengenai kewajiban seorang manusia, dalam mencapai teleologis. 

------------------------------------------------------------------------------------------------------------
[1] Malcolm Brownlee.Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-Faktor Di Dalamnya.(Jakarta : BPK Gunung Mulia,2000).hlm.31
[2] Philip Wogaman, Christian Ethics in A Historical Introduction, (London: SPCK, 1994)hlm.110.
[3] Max Weber,The Prostetant Ethic and the Spirit of Capitalism,(New York: Charles Scribner’s,1958)hlm.85-87
[4] Ibid.hlm.204
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pustaka
Brownlee, Malcolm.Pengambilan Keputusan Etis Dan Faktor-Faktor Di Dalamnya.Jakarta : BPK Gunung Mulia,2000. 
Weber,Max.The Prostetant Ethic and the Spirit of Capitalism,New York: Charles Scribner’son,1958.
Wogaman, Philip. Christian Ethics in A Historical Introduction, London: SPCK, 1994.

Komentar