KESETIAAN ADALAH AKIBAT PENGKADERAN : Sudut Pandang Drama Pilkada DKI 2017 Sebagai Refleksi Pemilihan Diaken - Penatua dan Pengkaderan di GPIB


 Oleh:Pdt.Aurelius W. Porawouw
Sebelumnya saya ingin mengakui bahwa, saya salah menilai kekalahan Ahok di Pilkada DKI 2017 yang lalu. Perkiraan saya seperti kebanyakan orang bahwa PDI Perjuangan sebagai mesin politik utama Paslon 2 gagal mendidik kader-kader pada tataran akar rumput, sehingga suara Ahok-Djarot bisa gembos habis-habisan. Namun setelah beberapa pertemuan dengan beberapa orang, saya salah total. Diskusi saya dengan mereka menghasilkan kesimpulan singkat bahwa, justru karena pengkaderan yang baik PDI Perjuangan bisa memaksimalkan suara yang menurut quick account sebesar 42 %. Kenapa bisa begitu? Karena dari sumber terpercaya disebutkan bahwa pada hari itu seluruh kekuatan PDI Perjuangan di seluruh daerah diarahkan ke DKI. Ini semua untuk menutup kelemahan dari partai-partai koalisi, yang bisa dibilang kurang matang untuk pengkaderan atau mungkin kurang niat mendukung Paslon 2.

Melihat fenomena dan rangkaian peristiwa ini, saya jadi merubah konsep tulisan saya yang sebelumnya sudah saya siapkan, yaitu kegagalan pengkaderan di Pilkada DKI 2017 jangan sampai terjadi di GPIB. Saya merubahnya dengan judul sekarang ini, dengan tujuan dan harapan bahwa Pemilihan Diaken Penatua dan pengkaderan di GPIB meniru pengkaderan yang menghasilkan loyalitas dan kerja keras di tubuh PDI-P.

PDI-P adalah partai politik dengan kelompok masa yang cukup banyak, terkenal loyalitas, dan terkenal nasionalis. Terlepas dari baik dan buruknya sebuah partai politik, saya yakin dan percaya bahwa sistem pengkaderan yang ada di PDI-P entah bagaimana dididik setia berwarna merah. (Meskipun banyak yang melihat kesetiaan itu lebih kepada Megawati). Terlepas dari itu sebuah kesetiaan tidak mungkin dibeli dengan uang, sebuah kesetiaan muncul karena hubungan kasih (bisa jadi disini antara kader yg memandang Ketua sebagai yang berkharisma) atau hubungan visi dan misi (melihat PDI-P adalah partai nasionalis yang sudah lama berjuang di kancah politik Indonesia).

Saya lebih memandang bahwa hubungan visi misi inilah yang membuat loyalitas bertumbuh di PDI-P. Artinya penjabaran visi misi yang sukses dari bawah sampai atas, dari sempit sampai luas, dari teori sampai praktek. Meskipun bisa juga dibilang kepercayaan Bung Karno sampai saat ini pun berpengaruh pada hal itu. (Masih banyak orang Jawa yang menaruh kepercayaan pada Bung Karno sebagai dewa).

GPIB tahun ini (2017) akan menjalani pemilihan Diaken Penatua, yang diyakini bahwa Tuhan Yesus memilih orang-orang tersebut. Namun ini kesempatan sebagai GPIB untuk membina para Diaken Penatua yang paham tentang Visi Misi GPIB, paham tentang konsep Gereja Misioner, paham tentang prinsip-prinsip presbiterial sinodal GPIB, dan segala sesuatu tentang GPIB. Kenapa? Karena kita lemah dalam apa yang disebutkan di atas dan masih banyak kelemahan lain yang bisa ditambahkan. Mungkin ada yang bilang disana atau disini tidak begitu. Memang tidak sama tapi itu artinya ada ketimpangan pemahaman di dalam diri GPIB. Artinya PR kita untuk Sumber Daya Insani GPIB masih banyak. Begitu juga saat kita mau mencapai konsep ideal yaitu jemaat misioner, tentunya warga jemaat pun mulai dari usia dini harus dibina tentang hal-hal itu.

Tujuan pengkaderan ini bukan untuk membentuk loyalitas kepada GPIB, namun lebih kepada pembentukan Sumber Daya Insani GPIB yang mumpuni di dalam melaksanakan Tri Dharma Gereja, dan mumpuni untuk hidup bermakna bagi bangsa dan negara. Terlebih lagi supaya banyak orang, khususnya warga GPIB, sadar untuk membangun dan mengembangkan GPIB. Meskipun harus dihajar oleh apatisme, konflik internal, dan ketidakmengertian, mereka tetap berjalan menuju GPIB yang dapat menyebarkan damai sejahtera Kristus.


Thanks to : Pdt. Hendry Sihasale, Bung Douglas Leander, & Bro Putra Egam for the discussion.

Komentar