RADIKALISME & BACA BUKU

Oleh: Pdt.Hendry V. Sihasale
“KARTINI”, film bagus yang menyumbang, tidak sekadar informasi, melainkan, yang terpenting, sebuah keteladanan. Derajat buku diangkat dalam film ini. Selain sebagai jendela dunia, buku tampil sebagai akses seseorang menuju manusia yang tecerahkan sebagai makhluk yang berakal budi.
Kartini mampu meretas jalan pikiran dan kepribadian yang keluar dari alam pikiran feodalistik, yang mendudukkan sebagian manusia berjalan jongkok di hadapan sesamanya. Kartini berdiri tegak di antara mayoritas yang mengamini keterkungkungan tersebut. Dan itu karena sebuah benda yang bernama “BUKU”.

Di zaman sekarang, modernitas sudah menjadi gaya hidup, tapi belum menjadi gaya berpikir. Buktinya, masih banyak orang yang boleh saja canggih dan terampil dalam berkarya, tapi masih asal mangap ketika bicara tentang budaya dimana agama termasuk di dalamnya. Mudah sekali, masyarakat metropolitan di negeri ini, menelan bulat-bulat pernyataan pemuka agama bahwa pilihan terhadap salah satu calon dalam Pilkada, akan bermuara pada takdir mereka di akhirat. Mereka masih larut dalam budaya patron.

Sesungguhnya, masyarakat kita bukanlah masyarakat yang berpaham radikal. Hanya karena banyak yang malas berpikir dan lebih suka ikut apa kata mereka yang jadi figur (patron), maka munculah kesan intoleran dan radikalis pada diri masyarakat. Itu sebabnya, ada program pemerintah saat ini yang berusaha mengirim para alim ulama yang berpandangan moderat ke berbagai wilayah di Indonesia, untuk melakukan kotra radikalisasi. Harapannya, dapat membendung atau mengikis pengaruh radikalisme di masyarakat.

Akan tetapi, kalau bukan dari diri sendiri, paham radikal akan tetap menjadi ancaman. Setiap orang mesti pro aktif dalam membangun/mendewasakan dirinya. Dan buku adalah salah satu alat potensial untuk proses itu. Oleh sebab itu, budayakan membaca buku. Khususnya buku-buku yang bernuansa kemanusiaan dan keharmonisan.

Dengan buku-buku itu, setiap manusia Indonesia mampu untuk mengarahkan dirinya sekaligus membentenginya dari pengaruh-pengaruh negatif/destruktif yang datangnya dari luar. Dengan buku, setiap kita dapat tumbuh menjadi manusia yang tercerahkan, bukan terisolir dalam kegelapan, kesesatan dan keterbelakangan. Tidak percaya? Silakan saja nonton Kartini.
Dan bukan hanya berpengaruh pada diri sendiri, tetapi juga berpengaruh pada lingkungan sosial dimana kita berada.

Jadilah cerdas dan jadilah bijak. Buku dapat menjadi alat untuk berproses menjadi manusia dan masyarakat yang cerdas dan bijak. Terlalu sayang, kalau sampai kita mengabaikannya.

Komentar